<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d4760351627980780424\x26blogName\x3dPanduan+Menjadi+Penulis\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://panduanmenjadipenulis.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://panduanmenjadipenulis.blogspot.com/\x26vt\x3d2791817091427992688', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
Home
Proses Belajar
Minggu, 12 Juni 2011

Banyak calon penulis yang mungkin menulis sekedar menulis tanpa pernah berusaha menekuninya dengan sungguh-sungguh atau berusaha untuk menjadi ahli. Dan oleh karenanya sebagaimana ditengarai oleh Saut Situmorang bahwa di dalam jagad kepenulisan ini begitu banyak bertebaran dilettante dan hanya ada segelintir saja maestro.

Banyak pula diantara kita di dalam proses penulisan karya-
karyanya cenderung sekedar menuruti kemauan kata hati tanpa ada upaya untuk menggabungkannya dengan teori, yang sesungguhnya dapat menunjang keahlian kita di dalam menulis. Beberapa orang lagi bahkan mungkin tidak peduli dengan semua pertimbangan-pertimbangan serupa
itu, walaupun di dalam hati kecil mereka ingin segera menjadi seorang penulis terkenal dan dikagumi.

Tentu saja hal ini adalah penyakit yang juga mendera banyak penulis yaitu berusaha meraih keberhasilan dengan cara-cara instan. Dengan segera pula mereka dapat melihat betapa tidak ada perkembangan berarti di dalam karya-karya dan tulisan-tulisannya manakala mereka berhenti dan mogok belajar, entah itu lewat pengkajian dari karya-karya orang lain maupun menelaah lebih jauh lagi saran dan kritik yang ditujukan ke mereka. Sesungguhnya hal ini berlaku pula di dalam banyak hal lainnya. Dalam ranah tulis-menulis ini seseorang tidak dapat bergantung semata-mata hanya kepada bakat alamiah yang dimilikinya. Untuk menjadi besar kita perlu memiliki bacaan- bacaan besar. Sebagaimana penulis-penulis besar tidak saja hidup dengan impian-impian besar melainkan terlebih lagi dari bahan-bahan bacaan besar yang dipelajarinya. Dengan kata lain untuk menjadi besar
kita harus belajar pula untuk menafsirkan karya-karya orang lain.

Namun apakah sejauh ini kita sudah cukup membuka diri? adakah kita cukup berbesar hati untuk menerima kritik dan juga saran? Permasalahannya adalah banyak orang yang berniat menjadi penulis besar namun malas membaca apalagi harus menafsirkan karya-karya orang lain. Itu adalah sebuah kondisi yang absurd, yaitu apabila kita hanya tertarik pada karya-karya kita sendiri dan hanya punya satu niatan agar karya-karya kita tersebut dapat dibaca oleh seluas-luasnya kalangan tanpa kita memiliki kemampuan dan kemauan untuk dapat memberikan apresiasi pada karya-karya orang lain.

Seorang penulis yang serius pertama-tama adalah sekaligus juga seorang kritikus bagi dirinya sendiri, dan oleh karena itu ia harus terbiasa dengan budaya kritik serupa itu. Bagaimana kita dapat melihat baik buruknya sebuah karya kalau kita tidak melengkapi diri kita sendiri dengan seperangkat penilaian. Ukuran-ukuran estetis itu secara tidak langsung juga akan menambah kepekaan intuisi kita dalam proses menulis karya-karya kita sendiri. Seiring dengan bertambahnya wawasan kita melalui proses belajar ini maka akan meningkat pula kepekaan kita di dalam mengeluarkan gagasan kreatif.

Segala bentuk gagasan penulisan umumnya lahir dari ungkapan perasaan dan sebagian lagi melalui perenungan pemikiran namun seberapa jauh gagasan itu dapat berhasil menyentuh perasaan dan pikiran orang lain tergantung
pada banyak hal, yang antara lain adalah ditentukan oleh bagaimana cara gagasan itu disampaikan dan juga oleh kemampuan resepsi pembaca. Pembacaan atas sebuah karya sastra apa pun bentuknya tentu saja merupakan sebuah bentuk interaksi komunikatif antara karya itu sendiri dengan para pembacanya.

Yang menjadi kesulitan dan sekaligus keunikan sebuah karya sesungguhnya adalah terletak pada berbagai kaidah-kaidah struktural dari karya itu sendiri yang notabene seringkali tak terlalu dianggap atau diperhatikan oleh pembaca yang sekedar berniat merentang-rentang waktu. Oleh karena itu karya yang berusaha tampil dengan telanjang dan apa adanya seringkali dianggap sebagai karya yang kurang berhasil, karena unsur-unsur estetis sebuah karya seringkali justru terselubung, di mana makna baru diperoleh setelah kita sebagai pembaca berhasil mengungkap hikmah yang tersirat di balik struktur yang tersurat di dalam karya tersebut.

Keberhasilan seorang penulis di dalam menuangkan gagasan atau perasaanya seringkali lebih banyak dipengaruhi oleh keakrabannya dengan media komunikasi yang ia pakai, dan yang lebih utama lagi adalah pada kemampuannya untuk mengekspresikan kembali apa yang ia pikirkan dan apa yang ia rasakan, sehingga pembaca dapat merasakan apa yang telah dirasakan oleh sang penulis. Misalnya saja sebuah sajak bisa terdengar indah, menyentuh perasaan dan bahkan mampu menggerakkan emosi pembaca manakala kata-kata telah dipilih dengan tepat untuk mengungkapkan maksud yang terdalam dari apa yang dirasakan oleh sang penyair. Namun sekali lagi `kata' di sini bukanlah sekedar `kata' dalam artian yang apa adanya. `Kata' dalam sebuah karya sastra tentu saja harus dapat dibedakan dengan `kata' di dalam berita surat kabar atau pun di dalam surat undangan pernikahan misalnya. Akan tetapi jangan pula keasyikan `kata' menjadi sesuatu hal yang mubazir dan sia-sia karena sang penulis terlalu banyak mengumbar hasratnya dengan cara yang berlebihan.

Dengan terus-menerus belajar mengkaji karya-karya orang lain dan terutama dari karya-karya yang bermutu maka kita akan tahu dimana sebenarnya letak kekuatan sebuah karya sastra. Budaya kritik sesungguhnya tumbuh seiring dengan budaya cipta dan apa yang sejauh ini telah dilaksanakan oleh milis EscaevaBookClub sebagai sebuah media komunikasi antar penulis dengan pendekatan konsep saling berbagi dan saling belajar untuk meningkatkan mutu dari karya kita sendiri adalah sebuah langkah maju yang harus kita acungi jempol dan kita dukung terus kelangsungannya. Salam kreatif.

Sumber: http://www.escaeva.com

Kembali Ke Halaman Utama
Copyright © 2011 oleh TASURUN. All Rights Reserved.